Meningkatkan Kapasitas Serikat Pekerja Melalui Riset dan Pemetaan Strategis Korporasi: Langkah Maju Advokasi Serikat Pekerja

Di era globalisasi dan ekonomi yang semakin kompleks, di mana korporasi multinasional beroperasi melintasi batas negara dan rantai pasok membentang jauh, strategi perjuangan serikat pekerja pun perlu berevolusi.
Read MoreSimulasi PHK Massal Jadi Latihan Serius Peserta Workshop IndustriALL Hari Kedua: Fondasi Advokasi Berbasis Data dan Keterampilan Negosiasi

Di era disrupsi teknologi dan perkembangan eksploitasi pekerja yang semakin masif, membangun langkah advokasi yang efektif menjadi krusial. Namun, advokasi tanpa landasan yang kokoh bagaikan bangunan di atas pasir, mudah goyah dan tidak mampu memberikan dampak yang signifikan. Oleh karena itu, pentingnya membangun langkah advokasi berbasis riset dan data yang kuat menjadi semakin menonjol. Riset yang mendalam memungkinkan kita untuk memahami akar permasalahan eksploitasi pekerja, mengidentifikasi tren yang muncul akibat disrupsi teknologi, serta memetakan aktor-aktor yang terlibat dan kepentingan mereka. Data yang akurat dan komprehensif memberikan bukti konkret tentang dampak negatif eksploitasi, memperkuat argumentasi kita, dan membantu kita merumuskan solusi yang tepat sasaran.
Advokasi berbasis riset dan data yang kuat juga memungkinkan kita untuk berkomunikasi secara efektif dengan berbagai pihak, termasuk pembuat kebijakan, pengusaha, serikat pekerja, dan masyarakat umum. Data yang valid dan terpercaya akan memberikan kredibilitas pada pesan-pesan advokasi kita, meningkatkan daya persuasif, dan membuka peluang untuk dialog yang konstruktif. Di era informasi yang serba cepat dan seringkali dipenuhi dengan disinformasi, advokasi yang didukung oleh riset dan data yang solid menjadi pembeda yang signifikan, memastikan bahwa suara kita didengar dan diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, investasi dalam riset dan pengumpulan data merupakan fondasi yang esensial untuk membangun gerakan advokasi yang efektif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan eksploitasi pekerja di era disrupsi teknologi.
Read MoreKERTAS POSISI MENYAMBUT MAY DAY 2025: NAVIGASI TANTANGAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA DI TENGAH GELOMBANG PERMASALAHAN KETENAGAKERJAAN

Hari Buruh Internasional, atau May Day, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, bukan sekadar momen seremonial tahunan, melainkan sebuah penanda historis perjuangan kaum pekerja di seluruh dunia untuk hak-hak normatif dan kesejahteraan yang lebih baik. Menyambut edisi tahun 2025, lanskap ketenagakerjaan di Indonesia masih diwarnai oleh kompleksitas tantangan struktural dan siklikal yang memerlukan analisis mendalam dan langkah-langkah strategis yang berani. Kertas posisi ini bertujuan untuk mengartikulasikan sikap dan pandangan kritis terhadap beberapa isu krusial yang membayangi para pekerja di Indonesia, khususnya terkait fenomena gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang mengkhawatirkan, serta persoalan kronis lemahnya penegakan peraturan hukum ketenagakerjaan.
Read MoreApakah Transisi yang Adil: Dari Tambang Batu Bara ke Ladang Server?
Kontemplasi di Simpang Jalan Kapitalisme dan Kecerdasan Artifisial-Sequel Prakondisi Mayday bertema keadilan ekologis

Mayday datang lagi, aroma perjuangan buruh tercium di tengah hiruk pikuk kota yang semakin digital. Dulu, teriakan lantang menentang penindasan kapital, kini, gaungnya bercampur bising algoritma. Kita berdiri di persimpangan jalan, dimana kemajuan AI yang eksponensial—diprediksi oleh Statista, pendapatan perangkat lunak AI global akan mencapai $135 miliar pada tahun 2025—bertabrakan dengan politik kapitalisme yang semakin rakus.
Kapitalisme, dengan mesin efisiensinya yang tak kenal lelah, kini menemukan sekutu baru dalam AI. Otomatisasi menjanjikan laba berlipat, tetapi di balik kilau inovasi, tersembunyi bayang-bayang ketidakpastian bagi kelas pekerja. Pekerjaan-pekerjaan rutin tergerus, keterampilan usang, dan jurang ketimpangan menganga semakin lebar.
Read MoreMayday: Dari Pekik Jalanan ke Ruang Kontemplasi, Menuju Keadilan Buruh yang Dinanti
Serial Prakondisi May Day 2025, Tim Media FSP FARKES-R
Matahari Mei merekah, namun sinarnya terasa berbeda. Bukan hanya kehangatan musim semi yang menyapa, tetapi juga bara semangat yang membara di dada para buruh. Mayday, selalu menjadi penanda. Bukan sekadar tanggal di kalender, melainkan seruan lantang yang menggema dari jalanan, pabrik, hingga ruang-ruang sunyi perenungan. Mayday adalah tentang perjuangan, tentang hak yang seringkali tergerus, tentang mimpi akan kehidupan yang lebih manusiawi bagi mereka yang menggerakkan roda ekonomi bangsa.
Tahun ini, Mayday hadir dalam pusaran momentum penting. Mahkamah Konstitusi (MK), dengan palu keadilannya, telah mengetuk babak baru dalam lanskap hukum ketenagakerjaan Indonesia. Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 bukan sekadar rangkaian angka dan pasal, melainkan oase di tengah gurun kekecewaan. Ia adalah pengingat bahwa hukum, meski kadang terasa jauh dari denyut nadi rakyat kecil, masih bisa menjadi benteng harapan. MK membatalkan beberapa ketentuan krusial dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan buruh. Sebuah angin segar, namun sekaligus panggilan untuk kontemplasi yang mendalam.
Kita tiba di persimpangan jalan. Putusan MK memang membuka ruang, sebuah celah harapan untuk menata ulang relasi kuasa antara buruh dan pengusaha. Namun, putusan itu bukanlah akhir dari segalanya, justru menjadi titik awal dari perjuangan yang lebih substansial. Perjuangan untuk merumuskan Undang-Undang ketenagakerjaan yang baru, yang tidak hanya menambal lubang-lubang yang menganga, tetapi membangun fondasi kokoh bagi keadilan buruh yang sejati.
Dalam keheningan Mayday, di antara pekik demonstran dan riuhnya pemberitaan, mari kita merenung. Betapa rapuhnya posisi buruh dalam sistem yang seringkali lebih berpihak pada kepentingan modal. Betapa rentannya mereka terhadap kebijakan yang abai pada hak-hak dasar. Bayang-bayang PHK massal masih menghantui, upah riil terus tergerus inflasi, dan jaminan sosial masih jauh dari kata paripurna. Kita ingat kata-kata bijak dari Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, S.H., M.H., pakar hukum perburuhan Universitas Indonesia, yang sering mengingatkan bahwa, “Hukum ketenagakerjaan yang adil bukan hanya soal pasal dan ayat, tetapi tentang bagaimana negara hadir untuk melindungi kelompok yang paling rentan dalam relasi industrial.”
Read MorePelatihan Memahami Struktur & Skala Upah

Farkes, Jakarta – Pekerja yang bekerja dalam sebuah perusahaan pasti memiliki posisi dan jabatan yang berbeda, tanggung jawabnya pun berbeda-beda. Ada pula pekerja yang sudah memiliki masa kerja yang jauh lebih lama dari pekerja lainnya. Dikarenakan hal ini, maka perusahaan perlu memberlakukan
Read More