Simulasi PHK Massal Jadi Latihan Serius Peserta Workshop IndustriALL Hari Kedua: Fondasi Advokasi Berbasis Data dan Keterampilan Negosiasi

Di era disrupsi teknologi dan perkembangan eksploitasi pekerja yang semakin masif, membangun langkah advokasi yang efektif menjadi krusial. Namun, advokasi tanpa landasan yang kokoh bagaikan bangunan di atas pasir, mudah goyah dan tidak mampu memberikan dampak yang signifikan. Oleh karena itu, pentingnya membangun langkah advokasi berbasis riset dan data yang kuat menjadi semakin menonjol. Riset yang mendalam memungkinkan kita untuk memahami akar permasalahan eksploitasi pekerja, mengidentifikasi tren yang muncul akibat disrupsi teknologi, serta memetakan aktor-aktor yang terlibat dan kepentingan mereka. Data yang akurat dan komprehensif memberikan bukti konkret tentang dampak negatif eksploitasi, memperkuat argumentasi kita, dan membantu kita merumuskan solusi yang tepat sasaran.
Advokasi berbasis riset dan data yang kuat juga memungkinkan kita untuk berkomunikasi secara efektif dengan berbagai pihak, termasuk pembuat kebijakan, pengusaha, serikat pekerja, dan masyarakat umum. Data yang valid dan terpercaya akan memberikan kredibilitas pada pesan-pesan advokasi kita, meningkatkan daya persuasif, dan membuka peluang untuk dialog yang konstruktif. Di era informasi yang serba cepat dan seringkali dipenuhi dengan disinformasi, advokasi yang didukung oleh riset dan data yang solid menjadi pembeda yang signifikan, memastikan bahwa suara kita didengar dan diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, investasi dalam riset dan pengumpulan data merupakan fondasi yang esensial untuk membangun gerakan advokasi yang efektif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan eksploitasi pekerja di era disrupsi teknologi.
Hari kedua Workshop IndustriALL Global Union menjadi momen krusial bagi para peserta untuk mendalami penguatan kapasitas serikat pekerja dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang kompleks saat ini. Fokus utama hari kedua adalah pada simulasi negosiasi dan pemetaan perusahaan strategis, dua instrumen esensial ketika gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal menuntut kesigapan respons dan keakuratan data dalam setiap langkah advokasi serikat pekerja.
Dalam lanskap ekonomi global yang penuh ketidakpastian, PHK massal bukan lagi sekadar kemungkinan, melainkan realitas yang semakin sering terjadi di berbagai sektor industri. Fenomena ini seringkali dipicu oleh restrukturisasi korporasi, pergeseran pasar global, otomatisasi, maupun krisis ekonomi makro. Data statistik global dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah pekerja yang terdampak PHK, dengan angka yang mencapai ribuan bahkan puluhan ribu dalam satu gelombang di perusahaan-perusahaan besar, terutama di sektor manufaktur, teknologi, dan jasa. Skala dan kecepatan kejadian ini menuntut serikat pekerja untuk bergerak lebih dari sekadar reaktif, melainkan proaktif dan strategis.

Menyadari urgensi tersebut, simulasi negosiasi PHK massal menjadi komponen vital dalam workshop ini. Latihan ini dirancang untuk mereplikasi tekanan dan kompleksitas situasi nyata di mana serikat pekerja harus berhadapan langsung dengan manajemen perusahaan dalam upaya melindungi hak dan kepentingan anggotanya yang terdampak. Melalui simulasi, peserta mengasah keterampilan kunci seperti taktik negosiasi, komunikasi efektif di bawah tekanan, kemampuan menyusun argumen berbasis bukti, serta kapasitas untuk mencari solusi terbaik, misalnya terkait paket pesangon, skema transisi, atau program pelatihan ulang. Statistik internal dari berbagai kasus negosiasi PHK menunjukkan bahwa serikat yang memiliki keterampilan negosiasi yang mumpuni seringkali berhasil meningkatkan daya tawar dalam memenangkan arumentasi di meja negosiasi. Simulasi ini memungkinkan peserta untuk berlatih mengaplikasikan pengetahuan teoritis dalam skenario praktik yang mendekati realitas.
Selain keterampilan negosiasi, workshop ini juga menekankan pentingnya pemetaan perusahaan strategis. Pemetaan ini melibatkan pengumpulan dan analisis data mendalam mengenai struktur kepemilikan perusahaan, posisi finansial (termasuk profitabilitas dan arus kas, yang seringkali dapat diakses melalui laporan publik atau sumber lain), jaringan suplai global, dan posisi perusahaan dalam rantai nilai industri. Keakuratan data dalam pemetaan ini sangat krusial; data finansial yang valid, misalnya, dapat membuktikan apakah klaim perusahaan mengenai ketidakmampuan membayar pesangon sesuai dengan peraturan adalah benar atau hanya dalih untuk mengurangi biaya. Pemetaan strategis yang akurat memungkinkan serikat pekerja untuk:
- Mengidentifikasi titik leverage atau tekanan yang efektif dalam negosiasi.
- Memahami kapasitas finansial riil perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.
- Membangun argumen advokasi yang kuat dan berbasis fakta (evidence-based).
- Menentukan aliansi strategis dengan pemangku kepentingan lain jika diperlukan.
Integrasi antara keterampilan negosiasi yang diasah melalui simulasi dan strategi yang dibangun berdasarkan pemetaan serta data yang akurat menciptakan fondasi advokasi serikat pekerja yang kokoh di tengah krisis PHK. Kesigapan yang diasah dalam latihan taktis harus selalu didukung oleh fondasi data yang valid dan analisis yang mendalam. Tanpa data akurat, strategi advokasi bisa menjadi lemah dan mudah dipatahkan oleh argumentasi manajemen yang seringkali didukung oleh analisis finansial yang cermat.
Dengan demikian, Hari Kedua Workshop IndustriALL ini bukan hanya forum pelatihan biasa, melainkan investasi serius dalam peningkatan kapasitas serikat pekerja untuk menghadapi era ekonomi yang penuh volatilitas. Membekali para aktivis serikat dengan keterampilan negosiasi yang mumpuni dan kemampuan menganalisis data serta melakukan pemetaan strategis adalah langkah esensial guna memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap terlindungi dan advokasi serikat pekerja dapat berjalan secara efektif dan berbasis bukti dalam menghadapi gelombang PHK massal di masa depan.
Bicara Data :
WageIndicator Foundation dan Centre for Labour Research, pada 2022 , merilis data LRI Indonesia, data ini mengungkapkan bahwa hukum ketenagakerjaan di Indonesia masih belum bisa menjamin hak pekerja secara menyeluruh. Hal ini terlihat dari Labour RIghts Index (LRI) yang merupakan indikator untuk menilai baik tidaknya suatu hukum ketenagakerjaan dalam melindungi hak para pekerjanya. Terdapat 10 indikator yang dinilai untuk menghasilkan LRI, yakni sebagai berikut;
- Upah yang adil
- Jam Kerja Yang Layak
- Perlindungan Tenaga Kerja
- Hak cuti/tunjangan terkait tanggung jawab dengan keluarga
- Hak cuti/tunjangan terkait tanggung jawab selama persalinan
- Keselamatan kerja
- Jaminan sosial
- Perlakuan adil
- Perlindungan anak dan pekerja paksa
- Hak serikat pekerja
Setiap indikator kemudian diberi skor 0-100, dan kemudian diolah untuk mendapatkan indeks LRI. Semakin tinggi skornya, maka semakin baik dan tegas pula hukum ketenagakerjaan di suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah skornya, maka hukum ketenagakerjaan tersebut dinilai kurang layak dan belum mampu melindungi hak pekerja. Adapun interpretasi dari skor LRI adalah sebagai berikut.
Skor 0 – 50: Perlindungan kurang layak
Skor 50,5 – 60: Perlindungan dasar
Skor 60,5 – 70: Perlindungan terbatas
Skor 70,5 – 80: Perlindungan wajar
Skor 80,5 – 90: Perlindungan mendekati layak
Skor 90,5 – 100: Perlindungan layak
Indonesia memperoleh skor sebesar 60,5, yang menjadikannya masuk ke kategori Limited Access to Decent Work, atau perlindungan yang masih terbatas.
Melihat rinciannya, Indonesia memperoleh skor sempurna pada indikator keselamatan kerja dan perlindungan anak dan pekerja paksa. Sebaliknya, hukum ketenagakerjaan Indonesia masih terbatas untuk menyikapi isu pengupahan yang adil, jaminan sosial, dan perlakuan adil di tempat kerja.
Mirisnya lagi, Indonesia juga memperoleh skor rendah pada hak cuti/tunjangan untuk persalinan, untuk tanggung jawab keluarga, dan serikat pekerja, yang bahkan skornya sampai 0.
Sebagai tambahan, indeks ini hanya mengukur ada tidaknya hukum yang mengatur 10 indikator di atas dalam suatu negara. Indeks ini sama sekali tidak mempertimbangkan pelaksanaan dan implementasi nyata dari hukum tersebut di negara yang bersangkutan.
Tim Media FSP FARKES-R
Olah animasi data : TIM LITBANG FSP FARKES-R